• Latest
  • Trending
phk Jokowi

Menunggu Realisasi Janji Ekonomi Jokowi

October 5, 2019
Sertifikasi Pranikah, Pemerintah Masuk Ranah Pribadi?

Sertifikasi Pranikah, Pemerintah Masuk Ranah Pribadi?

November 25, 2019
Stasiun MRT Bundaran HI Dikelilingi Tempat Ngopi Seru

Stasiun MRT Bundaran HI Dikelilingi Tempat Ngopi Seru

November 22, 2019
agen Jerman

Daftar Kuliah ke Jerman, Haruskah Lewat Agen?

November 22, 2019
Disabet Pisau Cukur, Polisi Hong Kong Luka Parah

Disabet Pisau Cukur, Polisi Hong Kong Luka Parah

November 22, 2019
Heritage Run melewati kawasan Kota Tua

Heritage Run 2019: Lari Menikmati Warisan Budaya

November 20, 2019
sampah dan bahan kimia berserakan di seluruh PolyU

Bahan Kimia Hilang dari Laboratorium Universitas

November 19, 2019
demonstran radikal ditangkap

Demonstran Radikal Hong Kong Ditangkap

November 19, 2019
unjuk rasa semakin brutal

Unjuk Rasa Makin Brutal, Presiden Cina Beri Peringatan

November 15, 2019
Ahok

Menunggu Kolaborasi Ahok dan Erick

November 13, 2019
kongres Nasdem Surya Paloh dan Jokowi

Kongres Nasdem Bisa Rekatkan Kembali Surya Paloh dan Jokowi?

November 13, 2019
desa setan Sri Mulyani

Polemik Desa Setan

November 12, 2019
Brexit

Krisis Tak Berujung Brexit Bisa Berdampak pada Perekonomian Inggris

November 12, 2019
The Press Week
No Result
View All Result
  • Dunia
    • Amerika Serikat
  • Gaya Hidup
    • Jalan-jalan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Lingkungan Hidup
Saturday, December 14, 2019
  • Dunia
    • Amerika Serikat
  • Gaya Hidup
    • Jalan-jalan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Lingkungan Hidup
No Result
View All Result
The Press Week
No Result
View All Result

Menunggu Realisasi Janji Ekonomi Jokowi

Gustav Perdana by Gustav Perdana
October 5, 2019
in Ekonomi, Featured, Indonesia, News
0
Home Indonesia Ekonomi
Post Views: 132

 

Oktober ini Joko Widodo akan dilantik menjadi Presiden RI untuk periode kedua. Harapan membuncah terutama terkait kian sejahteranya kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Namun, alih-alih kepercayaan itu menebal, aura pesimisme malah menggelayut di sebagian besar masyarakat. Publik pesimis terhadap janji indah akselerasi pertumbuhan ekonomi cepat di era pemerintahan mantan Wali Kota Solo itu.

Masalahnya, Presiden Jokowi pada pemilu 2014 kadung berjanji akan membuat ekonomi Indonesia tumbuh hingga 7%. Namun, hingga akhir jabatannya bersama Wapres Jusuf Kalla, Indonesia belum pernah sekali pun berhasil mencapai target pertumbuhan ekonomi yang direncanakan.

Bila melihat data historis, keraguan itupun jadi bukan tanpa dasar. Lima tahun ke belakang, pertumbunan ekonomi Indonesia secara rata-rata tidak juga menyentuh angka 6% sebagaimana didengung-dengungkan.

RelatedPosts

Saatnya Memburu Uang Pemda?

Ketika Standard&Poor Coba Memicu Kiamat Kecil

Mengerem Laju Optimisme Pascapilpres

Tanda-Tanda Jokowinomics dari Pasar Tradisional

Ketika Pemerintah Andalkan Program Bali Baru

Alasan yang paling sering didengar dari para pendukung presiden petahana adalah, lambatnya lari ekonomi itu karena warisan pemerintahan sebelumnya, terutama ketidakmampuan era itu dalam memanfaatkan lonjakan harga komoditas.

Sementara itu, para pendukung Jokowi beralasan, dengan harga komoditas yang anjlok saja, pertumbuhan ekonomi sudah mencapai seperti sekarang. Bagaimana bila sebaliknya? Begitu kira-kira argumen yang keluar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018, sejak 2014 ekonomi nasional hanya mampu tumbuh di level 5,02%. Angka tersebut jauh berbeda dari asumsi dasar yang dipasang pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni 5,5%.

Kondisi hampir serupa terjadi pada pertumbuhan ekonomi nasional 2015 yang hanya tumbuh 4,88%. Angka tersebut turun drastis dan menjadi yang paling rendah sejak enam tahun sebelumnya. Pada 2016, ekonomi nasional ditargetkan sebesar 5,1% kembali tidak mampu direalisasi pemerintah. Pertumbuhan ekonomi pada 2016 hanya berada di level 5,02%.

Pemerintah juga tidak bisa merealisasi pertumbuhan ekonomi di level 5,2% pada 2017. Sepanjang 2017, perekonomian nasional hanya berada di level 5,07%. Terakhir, tahun 2018 pertumbuhan ekonomi berada di angka 5,17%. Angka ini pun lagi-lagi tidak sejalan dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar 5,4%.

Jadi secara rata-rata, berdasarkan angka-angka tersebut di atas, boleh dibilang sejak 2014 ekonomi nasional hanya mampu tumbuh di level 5,02%. Angka tersebut jauh berbeda dari asumsi dasar yang dipasang pemerintah dalam APBN, yakni sebesar 5,5%.

Apa arti perbedaan 0,48% tersebut? Jika kemudian dihitung secara nominal menggunakan angka produk domestik bruto (PDB) nasional per 2019 yang mencapai Rp 15.412,75 triliun atau US$1,1 triliun, angka 0,48% itu bernilai Rp 74 triliun!

Seberapa besar angka tersebut? Tengok saja indikator pembandingnya berupa setoran deviden perusahaan-perusahaan milik negara atau BUMN 2018 yang mencapai Rp 45 triliun.

Apakah perekonomian Indonesia di era kedua Jokowi akan membaik? Pro-kontra bermunculan. Pesimisme datang dari lembaga kreditur multilateral IMF. Lembaga pemberi pinjaman itu merilis hasil asesmen terhadap perekonomian Indonesia, Kamis (1/8/2019). Evaluasi tertuang dalam laporan bertajuk Article IV Consultation 2019.

Secara keseluruhan, IMF menilai positif kinerja perekonomian Indonesia sepanjang 2018 di tengah tekanan eksternal, terutama arus keluar modal yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% menurut Dewan Eksekutif IMF ditopang oleh permintaan domestik yang kuat sehingga mampu menutupi penurunan net ekspor.

Tingkat inflasi maupun inflasi inti yang cukup rendah sekitar 3% dinilai berhasil tercapai lantaran kenaikan harga bahan pangan berhasil ditekan, harga listrik dan sejumlah bahan bakar dipertahankan, dan didukung kebijakan makroekonomi yang ketat.

Hanya saja, defisit transaksi berjalan (CAD) melebar pada 2018 menjadi 2,98% terhadap PDB dibandingkan dengan 1,6% pada 2017. Pelebaran CAD akibat turunnya ekspor komoditas dan naiknya impor yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur.

Aura lebih positif datang dari Bank Indonesia (BI). Lembaga moneter tertinggi itu optimistis ekonomi Indonesia pada 2020 tumbuh positif atau lebih baik. Pertumbuhan ekonomi diprediksi berkisar antara 5,1-5,5%.

“Kami melihat prospek ekonomi pada 2020 itu sangat baik. Kami melakukan preemptive action (tindakan pencegahan) menurunkan suku bunga untuk mengantisipasi pertumbuhan,” kata Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, di Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Destry menyampaikan, pada akhir 2019 pertumbuhan ekonomi berkisar 5,0-5,4%. Kondisi ini dinilai tetap bertahan pada angka 5%, di tengah ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang telah menyebabkan resesi.

“Untuk menghadapi kondisi ini kita akan mengoptimalkan domestik ekonomi yang kita miliki. Sebab, perang dagang akan terjadi berkepanjangan,” tuturnya.

Dia menuturkan, saat ini BI telah mengeluarkan kebijakan pelonggaran moneter dengan menurunkan tingkat suku bunga. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi perbankan untuk bisa menyalurkan kredit. Dengan likuiditas yang baik, perbankan bisa menekan suku bunga kredit.

Destry juga memprediksi inflasi masih akan terjaga di angka 3% plus-minus 1 selama 2020. Sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat mencapai 5,05% pada kuartal II/2019. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,27%.

Namun, optimisme yang diungkapkan Destry sepertinya hanya oase sementara. Fakta di lapangan menunjukkan kinerja perekonomian cenderung diliputi pesimisme.

Data terbaru BPS menunjukkan, pertumbuhan ekonomi pada sektor industri manufaktur terus melambat. Pada kuartal II/2019, angka pertumbuhan hanya 3,54% secara tahunan (year-on-year/YoY). Angka pertumbuhan tersebut merupakan yang paling kecil sejak kuartal II/2017 (dua tahun lalu) dan sudah melambat tiga kuartal berturut-turut. Alhasil, porsi industri manufaktur Indonesia terhadap PDB di kuartal II/2019 tinggal 19,52%, yang artinya masih melanjutkan tren pelemahan.

Sepanjang periode 2014-2018, porsi industri manufaktur telah berkurang sebesar 1,21 poin dari 21,07% menjadi 19,86%. Negara tetangga ASEAN seperti Malaysia dan Thailand juga mengalami hal yang sama. Porsi manufaktur dalam PDB mereka juga turun dalam periode yang sama, tetapi dengan laju yang lebih lambat, yaitu masing-masing sebesar 0,92 dan 0,82 poin.

Indonesia jelas tertinggal jauh dari Vietnam, negara dengan populasi 94 juta jiwa mampu menggenjot manufaktur sehingga porsi dalam PDB naik 2,83 poin dari 13,18% menjadi 16,02% sepanjang periode 2014-2018.

Data di atas pun dikonfirmasi oleh kondisi riil sektor tekstil nasional. Dikabarkan, dalam rentang waktu Januari hingga September 2019 sebanyak 188 perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jawa Barat mengalami kebangkrutan. Akibatnya, lebih dari 68 ribu pegawai terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan-perusahaan TPT tersebut diklaim akan pindah ke Provinsi Jawa Tengah.

Anggota Tim Akselerasi Jabar Juara untuk Bidang Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jawa Barat, Hemasari Dharmabumi, mengatakan bahwa bangkrutnya maupun berpindahnya perusahaan TPT yang mayoritas berada di Kabupaten Bandung itu akibat dari dibukanya keran impor tekstil dari Cina.

“Selain itu, khususnya di Majalaya, mereka bangkrut karena mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi tekstil. Jadi di Majalaya itu industrinya sudah tua, dan pada 2019 masih ada alat tenun yang dipakai oleh pabrik garmen yang bukan mesin,” kata Hema di Bandung, Jumat (4/9/2019).

Menurut dia, Disnakertrans Provinsi Jabar telah melakukan berbagai upaya agar keberadaan pabrik tekstil yang ada saat ini tidak gulung tikar. Upaya tersebut misalnya kebijakan pengupahan. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada hasil maupun perkembangan yang signifikan.

Di sisi lain, sektor tekstil Jabar dikenal sebagai salah satu penyumbang tertinggi angka ekspor nasional. Termasuk menjadi salah satu sektor industri dengan konsumsi listrik tertinggi di Pulau Jawa.

Jadi, jika sektor ini harus terpuruk, pukulan berantai jelas tak hanya terkait masalah ketenagakerjaan belaka. Bisa jauh lebih buruk dari itu. Pertanyaannya kemudian, sudahkah ini menjadi perhatian serius dari pemerintah?

SuratRakyat

Tags: Bank IndonesiaDeputy Gubernur BI Destry DamayantiIMFIndustri TPT dan garmen Jawa BaratPDB Indonesia 2019Pertumbuhan ekonomi sejak 2014PHK sektor tekstil Jawa BaratPorsi industri manufaktur pada PDBPriode kedua JokowiRelokasi pabrik tekstil ke Jawa TengahSetoran dividen BUMN 2018Target ekonomi Jokowi periode keduaTarget pertumbuhan ekonomi Indonesia di priode kedua Jokowi
Gustav Perdana

Gustav Perdana

Analis bisnis di beberapa perusahaan media dan nonmedia yang berpengalaman menulis politik, bisnis, ekonomi, dll. Alumnus Ekonomi Manajemen Universitas Indonesia.

Related Posts

Sertifikasi Pranikah, Pemerintah Masuk Ranah Pribadi?
Featured

Sertifikasi Pranikah, Pemerintah Masuk Ranah Pribadi?

November 25, 2019
Stasiun MRT Bundaran HI Dikelilingi Tempat Ngopi Seru
Destination

Stasiun MRT Bundaran HI Dikelilingi Tempat Ngopi Seru

November 22, 2019
agen Jerman
Featured

Daftar Kuliah ke Jerman, Haruskah Lewat Agen?

November 22, 2019
Disabet Pisau Cukur, Polisi Hong Kong Luka Parah
Dunia

Disabet Pisau Cukur, Polisi Hong Kong Luka Parah

November 22, 2019
Heritage Run melewati kawasan Kota Tua
Destination

Heritage Run 2019: Lari Menikmati Warisan Budaya

November 20, 2019
Next Post
Ketika Wamena Hendak  Dibuat Rusuh Lagi

Ketika Wamena Hendak  Dibuat Rusuh Lagi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate

Our Latest Podcasts

  • Indonesia Optimistis Kalahkan UE di WTO

    Tak ada langkah mundur, pemerintah Indonesia serius membawa sengketa dagang…

  • Rektor Impor, Tanda Dunia Pendidikan Indonesia Belum Berkualitas?

    Ternyata bukan hanya kedelai atau beras yang diimpor oleh pemerintah.… http://brompods.com/wp-content/uploads/2019/08/Rektor-Impor.mp3

  • Menyoal Pembentukan Koopssus untuk Perangi Terorisme

    Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi membentuk Komando Operasi Khusus… http://brompods.com/wp-content/uploads/2019/08/Menyoal-Pembentukan-Koopssus-untuk-Perangi-Terorisme.mp3

  • Siapa di Balik Teror Bom Bangkok?

    Sejumlah ledakan terdengar di empat lokasi berbeda di Kota Bangkok,… http://brompods.com/wp-content/uploads/2019/08/Siapa-di-Balik-Teror-Bom-Bangkok.mp3

  • Jelang Kongres, Tetap Belum Ada Regenerasi di Tubuh PDIP

    Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bakal menggelar kongres, Agustus mendatang.… http://brompods.com/wp-content/uploads/2019/07/Jelang-Kongres-Tetap-Belum-Ada-Regenerasi-di-Tubuh-PDIP.mp3

Popular Post

Sertifikasi Pranikah, Pemerintah Masuk Ranah Pribadi?
Featured

Sertifikasi Pranikah, Pemerintah Masuk Ranah Pribadi?

by Fadila Fikriani
November 25, 2019
0

  Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mewacanakan sertifikasi pernikahan bagi pasangan yang akan menikah pada 2020. Calon pasangan...

Read more
Silang Sengkarut Kepentingan di Taman Nasional Tesso Nilo

Silang Sengkarut Kepentingan di Taman Nasional Tesso Nilo

April 4, 2018
Adakah Poros Ketiga pada Pemilihan Presiden 2019?

Adakah Poros Ketiga pada Pemilihan Presiden 2019?

April 4, 2018
pembantu Jokowi kabinet menteri

Mempertanyakan Komunikasi Presiden dengan Para Menteri

April 4, 2018
Maninjau yang Memukau

Maninjau yang Memukau

April 4, 2018
  • About Us
  • Creative Commons
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Terms & Conditions
  • Contact Us

Topics

Follow Us

About Us

The Press Week is part of The Press Week Media Group LLC, which delivers daily news around the globe.

© 2011 The Press Week

No Result
View All Result
  • Dunia
    • Amerika Serikat
  • Gaya Hidup
    • Jalan-jalan
  • Politik
  • Pendidikan
  • Hukum
  • Ekonomi
  • Lingkungan Hidup

© 2011 The Press Week