Hong Kong ternyata belum juga pulih. Rangkaian demonstrasi terkait rencana penerapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi oleh pemerintah Cina belum juga usai. Padahal, Beijing telah mengumumkan bahwa RUU Ekstradisi ditunda, bahkan berpotensi digugurkan. Faktanya, pengumuman itu tidak juga membuat warga Hong Kong percaya.
Demo yang memanas pun suka tidak suka membawa efek kepada Indonesia, terutama terkait keberadaan ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong. Selain takut terhadap ancaman keselamatan mereka, pemerintah juga mengkhawatirkan TKI tersebut ikut terseret ke tengah konflik oleh dua pihak bertikai, baik sebagai korban maupun pelaku.
Tak salah jika kemudian pihak pemerintah ketar-ketir ketika isu adanya demonstran bayaran yang melibatkan TKI tiba-tiba menyeruak. Per Juli 2019, jumlah TKI yang kebanyakan adalah pekerja wanita, berjumlah 349 ribu jiwa. Belum lagi yang telah memutuskan untuk menetap di sana akibat melakukan pernikahan dengan warga setempat. Inilah mengapa keadaan Hong Kong yang terus memanas bisa mendapatkan perhatian serius dari Jakarta.
Kekhawatiran itu pun semakin beralasan ketika sebuah insiden penembakan menimpa salah seorang jurnalis Indonesia di sana. Seorang wartawan Indonesia bernama Veby Indah Mega tertembak peluru karet saat meliput demonstrasi pada Minggu (29/9/2019).
Pihak otoritas RI pun segera meminta klarifikasi lanjutan. “KJRI Hong Kong telah berkomunikasi dengan otoritas Hong Kong untuk (meminta) penjelasan resmi atas kejadian tersebut,” kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Joedha Nugraha, melalui pernyataan pada Senin (30/9).
Joedha juga menuturkan bahwa KJRI telah meminta kronologis kejadian kepada pihak berwenang. Ia menuturkan Indonesia meminta penyelidikan lebih lanjut mengenai kejadian ini.
Sebagaimana diketahui, Veby yang merupakan jurnalis Suara Hong Kong News, tertembak peluru karet di dekat matanya saat meliput aksi unjuk rasa di kawasan Wan Chai, Hong Kong, Minggu (29/9). Joedha mengatakan, saat ini kondisi Veby telah stabil dan berangsur membaik.
Seperti dikutip South China Morning Post (SCMP), Veby mengungkapkan keheranannya terhadap polisi Hong Kong yang melepaskan tembakan peluru karet ke arahnya. Saat itu Veby telah punya penanda anggota pers melalui helm, rompi, maupun tanda pengenal untuk melakukan liputan lapangan.
Pertanyaan ini pula yang menggelayuti benak berbagai pihak dari Indonesia, termasuk KBRI. Ada apa gerangan? Apakah tindakan itu disengaja dan berhubungan dengan status Veby sebagai WNI?
Yang pasti, pemerintah pusat melalui Kementerian Luar Negeri dan KBRI Hong Kong bukan tak melakukan tindakan antisipasi sebelumnya terkait kepulangan 13 pekerja migran Indonesia dari Hong Kong, pertengahan Agustus 2019. Tindakah yang oleh banyak pihak ditafsirkan sebagai unjuk sikap pemerintah Indonesia agar Hong Kong menjamin keberadaan 350 ribu lebih WNI di sana sekaligu kelancaran arus pengiriman uang para TKI ke Indonesia.
Selain para pekerja migran, pemerintah Indonesia kala itu juga telah membantu kepulangan rombongan atlet renang dan beberapa anak buah kapal (ABK) WNI yang dikabarkan sempat terjebak di Bandara Internasional Hong Kong, awal pekan ini. Jadwal penerbangan mereka sempat tertunda akibat demonstrasi yang melumpuhkan operasional bandara.
Selain insiden penembakan jurnalis Veby, kiranya otoritas Hong Kong pun memahami maksud dan permintaan pemerintah Indonesia, terutama terkait dengan kelancaran proses remitansi para TKI. Buktinya , selama demonstrasi berlangsung, gerai remitansi BNI yang kebetulan letaknya jauh dari lokasi demonstrasi, masih beroperasi seperti biasa. BNI yang punya empat outlet di sana masih terus melayani para TKI yang melakukan remitansi, terutama di hari nonkerja di mana banyak para pekerja migran itu menyetorkan uangnya.
Niatan Hong Kong untuk menjaga hubungan dengan Indonesia di tengah kericuhan yang terjadi di sana pun kian terbukti. Baru-baru ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengabarkan berita baik soal keberhasilan PT Waskita Karya menjual jalan tol. Basuki mengatakan dua tol Waskita sudah laku ke perusahaan Hong Kong, Kings T Limited, dari laporan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Danang Parikesit.
Di depan awak media, dia membuka ponselnya dan membacakan laporan Danang lewat pesan singkat kepadanya. Dalam laporan Danang dijelaskan Basuki, Waskita bertemu dengan pihak Kings T Limited dalam acara King Expa Conditional Sales and Purchase Agreement membahas soal perjanjian konsesi tol.
“Kami hadir di acara King Expa Conditional Sales and Purchase Agreement antara Waskita Toll Road dan Kings T Limited. Berita bagus untuk Waskita, akan membantu kekuatan,” kata Basuki di Jakarta, Selasa (1/10/2019).
Basuki menambahkan, Danang meminta Dirut Waskita Karya I Gusti Ngurah Putra untuk segera melaporkan hasil perjanjian itu ke dirinya. “Besok Pak Putra saya minta lapor ke Bapak (saya-Red). Baru mau lapor,” kata Basuki menirukan Kepala BPJT.
Dua ruas yang dilepas Waskita diketahui adalah ruas tol Solo-Ngawi dan tol Ngawi-Kertosono. Penjualan dua ruas jalan tol tersebut dilakukan dengan cara divestasi saham. Proses penjualan jalan tol milik PT Waskita Toll Road (WTR) telah dimulai pada Juli 2019. Kala itu, pihak Waskita mengumumkan bahwa perusahaan Hong Kong itu menjadi calon investor paling serius.
Yang menarik, pernyataan keseriusan itu muncul ketika Indonesia mulai mengambil sikap tegas terhadap keselamatan WNI di Hong Kong, sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia tetap bersama pemerintahan Hong Kong yang sah dalam melewati kondisi turbulensi politik seperti sekarang ini.