Industri sawit di Tanah Air sedang dalam tekanan yang sangat berat. Selain tertekan oleh kebijakan Uni Eropa (UE) yang melarang pemakaian sawit sebagai bahan baku biofuel, harga minyak sawit di pasar dunia juga masih sangat rendah. Karena itu, di samping memikirkan strategi menggugat UE ke World Trade Organization (WTO), Indonesia harus menciptakan terobosan agar tren turunnya harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) bisa dihentikan.
Keputusan UE memberlakukan kebijakan pelarangan melalui Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II pada 13 Maret 2019 yang jadi biang keladinya. Dalam draf tersebut, CPO diklasifikasikan sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi terhadap lingkungan, sedangkan minyak kedelai asal Amerika Serikat masuk dalam kategori risiko rendah.
Jika semua berjalan sesuai rencana saat ini, UE akan mulai menghapus penggunaan CPO dalam biofuel mulai 2023, dengan larangan penuh mulai berlaku pada 2030. Masalahnya, meskipun saat ini pelarangan pemakaian sawit baru sebatas pada bahan baku biofuel, bukan tidak mungkin ke depan UE juga bakal memberlakukan larangan sawit sebagai bahan baku pangan dan oleokimia.
“Ya sangat mungkin seperti itu kalau kita melihat sekarang banyak produk makanan dari UE, yang berstiker palm oil free. Sukses melarang sawit untuk biofuel, mungkin sasaran tembak berikutnya adalah sawit untuk makanan kemudian ke oleokimia,” tutur Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Indonesia dan Malaysia, dua negara penghasil CPO terbesar di dunia, sudah menyatakan kesiapan membawa kasus ini ke WTO. Pemerintah Indonesia menunjuk firma hukum internasional untuk menjadi wakil dalam mengajukan gugatan terhadap UE ke WTO. Gugatan berupa pemberlakuan kebijakan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II sebagai bentuk diskriminasi terhadap produk kelapa sawit Indonesia.
Proses Panjang
Langkah pengajuan gugatan untuk membela kepentingan industri kelapa sawit Indonesia dinilai banyak pihak sudah tepat. Namun, jauh-jauh hari UE telah menyatakan siap menghadapi gugatan Indonesia. Duta Besar UE untuk Indonesia, Vincent Guerend, menyatakan kesiapan UE menghadapi Indonesia mengajukan gugatan terkait perselisihan dan diskriminasi produk minyak sawit ke WTO.
Perlu disadari bahwa proses persidangan di WTO bisa sangat panjang. Setelah gugatan didaftarkan, WTO akan memberikan waktu 1,5 tahun bagi Pemerintah Indonesia dan UE untuk melakukan konsultasi satu sama lain demi menyelesaikan sengketa.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, tidak ada tenggat waktu bagi Indonesia untuk menggugat UE. “Mau lima tahun kemudian kami gugat bisa. Mau tiga tahun bisa, tetapi kami harus siap,” tuturnya.
Gugatan ke WTO merupakan satu persoalan, masalah lain yang tak kalah pelik adalah tren turunnya harga CPO akibat berlimpahnya stok minyak nabati di pasar global. Produksi sawit Indonesia pada 2018 mencapai 47,4 juta ton, sedangkan Malaysia 19,5 juta ton. Akibat suplai berlimpah ini harga CPO di pasar global terus bergerak turun dan kini di kisaran US$480 per ton. Dampaknya sangat merugikan bagi para petani rakyat sebab harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit turun hingga Rp 640-700 per kilogram.
Melihat kondisi yang menyulitkan ini, pemerintah harus segera turun tangan untuk menjaga harga kelapa sawit stabil dan tetap tinggi meski stok tengah berlimpah. Pemerintah Indonesia diharapkan segera mengakselerasi implementasi B30 segera setelah road test atau uji coba kendaraan selesai dilakukan pada Oktober nanti. PLN sebagai penyedia listrik juga semestinya mulai merealisasi penggunaan minyak sawit untuk bahan baku pembangkit.
Bila program penyerapan dalam negeri dapat berjalan maksimal, dari penerapan B30 diperkirakan bakal menyedot produksi sawit sebesar 9 juta ton, PLN akan menyerap pasokan 3 juta ton CPO. Dengan meningkatnya serapan di pasar domestik diharapkan bisa mengurangi dampak tinggi stok minyak sawit di dalam negeri dan menjaga harganya tetap stabil.